Mau coba curhat pakai bahasa Indonesia (yang semoga baik dan semoga benar). Coba pakai saya lagi, karena sudah gede. Memang tidak ada hubungannya.
Kecewa. Rasanya lama gak ketemu dia. Atau belum pernah sama sekali? Bisa jadi. Dari semua hal-hal yang seharusnya mengecewakan dan menyedihkan, rasanya saya belum pernah benar-benar berjumpa dengan si Kecewa ini. Masalah keluarga yang dikira banyak orang menyakiti saya bak dikeroyok massa nyatanya tidak berbekas satu goresan pun. Masalah percintaan yang menyangkut hal-hal yang paling ditakuti orang dalam sebuah hubungan pun berlalu tanpa rasa sakit yang berarti.
Sedih, itu namanya. Sama yang satu itu saya memang sudah berkali-kali berjumpa, berinteraksi, gendong-gendongan, dan lain sebagainya. Kami akrab. Entah memang sial atau itu jalan saya menuju hidup yang utuh. Mungkin sudah terlalu biasa, sampai-sampai mati rasa. Tapi sama si Kecewa, saya anak baru. Masih kaku dan malu-malu. Mau diajak bercanda, takut dia marah.
Kecewa rasanya lucu. Kenapa? Karena saya selalu merasa kedatangannya adalah atas ide brilian saya sendiri. Saya, bermodalkan otak yang lambat (gak ada hubungannya) menipu diri sendiri untuk berpegang pada sesuatu yang kosong. Tanpa diperintah, membangun harapan, lalu sesak napas ketika angin meniupnya pelan tapi pasti. Kepercayaan yang seakan saya obral karena tidak suka lama-lama bermain digenangan masalah, yang kemudian berbalik melukai. Semakin banyak kepercayaan yang terjual, semakin rapuh. Saya dan otak saya menari.
Kecewa itu pahit. Tingkatan terpahit dari semua perasaan negatif yang ada. Menyadari prinsip yang salah, menyadari realita yang 180 derajat berbeda dari apa yang selama ini kita percayai, menyadari perilaku manis yang terbukti hanya kamuflase, menyadari kebodohan diri sendiri, menyadaritidak ada yang bisa kita percaya, menyadari bahwa dalam apa pun dan dimana pun, kita sendiri. Tidak ada orang lain yang patut menerima kepercayaan seutuhnya. Dihantam oleh sesuatu yang tidak kita lihat. Entah apa atau siapa yang membutakan. Mungkin cinta. Mungkin juga bukan. Lagi-lagi, semua berasal dari diri sendiri.
Kecewa mengesankan. Jiwa kreatif yang selama ini saya kira absen rupanya tidak pernah kemana-mana. Apa lagi yang membantu saya mengarang cerita, pemikiran, dan prinsip yang sukses melahirkan hal-hal di atas kalau bukan jiwa kreatif yang berkolaborasi dengan logika-kurang-riset? Hihihi, menyenangkan sekali. Mungkin saya diam-diam mempunyai bakat jadi ilusionis seperti yang baru-baru ini meramal hasil World Cup. Bagaimana tidak, saya akui suka sok meramal dan memperkirakan sendiri hal-hal yang sebenarnya tidak bisa diperkirakan ataupun diramal. Mengintip ramalan zodiac pun tidak. Mengesankan, bukan? :D
Ah, kecewa. Pertemuan pertama yang begitu mengesankan. Si Sedih boleh cemburu, karena saya tidak pernah begitu menghayatinya. Tidak pernah menghabiskan jam-jam selepas tengah malam untuk membuat tulisan khusus tentangnya seperti ini. Mungkin lain kali.
2 Comments:
heck yea! :p
hahahaha, sorry coty. i tried google translating this to english but it was messed up. what was i expecting anyway? lol
Post a Comment